0 komentar

KRITISISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL




Pasal 1 :
Pada pasal 1 ayat (1) perlu ditambahkan kata “kemandirian” yang akan dimiliki peserta didik setelah proses pembelajaran, karena pada hakikatnya kemandirian merupakan modal besar yang harus dimiliki setiap manusia.
Pada pasal 1 ayat (14), tidak ada kejelasan apakah PAUD merupakan jalur pendidikan formal atau non formal.
Pasal 2 :
Cukup jelas.
Pasal 3 :
Kurang sesuainya kata “sehat” dalam konteks tujuan pendidikan nasional, karena kesehatan didapat bukan dari proses pembelajaran. Karena kata “sehat” bersifat sangat universal, jadi kurang tepat apabila ditempatkan dalam salah satu tujuan pendidikan nasional. Kalau pun akan ditempatkan, seharusnya dicari kata yang lebih spesifik tentang sehat itu sendiri.
Pasal 4 :
Pada ayat (4) tidak disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan untuk memberikan ilmu pengetahuan, karena menurut saya pada dasarnya dalam setiap proses pendidikan baik formal maupun non formal yang kita butuhkan sebagai peserta didik adalah ilmu pengetahuan.
Pasal 5 :
Pada ayat (4) disebutkan bahwa warga negara yang mempunyai kecerdasan istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus, tetapi pada realitas kita tidak menemukan jalur pendidikan apapun yang diperuntukkan bagi warga Negara dengan kecerdasan istimewa tersebut.
Pasal 6 :
Pada ayat (1) disebutkan batasan minimal untuk mengikuti pendidikan dasar yaitu tujuh tahun, tetapi pada implementasinya di masyarakat kita bisa melihat bahwa banyak anak yang kurang dari tujuh tahun telah menempuh pendidikan dasar dan hal itu diperbolehkan.
Pasal 7 :
Pada ayat (2) disebutkan bahwa orangtua dari anak usia wajib belajar berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya. Terdapat kata wajib pada ayat itu, sedangkan pada kenyataannya hal itu tidak dapat terpenuhi karena masih banyak orangtua, terutama di daerah terpencil yang buta huruf.
Pasal 8 :
Di pasal ini tidak disebutkan bahwa jalur pendidikan apa yang berhak dievaluasi oleh masyarakat dan ruang lingkup masyarakatnya, padahal itu poin penting. Karena apabila masyarakat luas berhak mengevaluasi pendidikan formal, apa gunanya komite pendidikan formal itu sendiri?
Pasal 9 :
Dalam pasal ini tidak disebutkan sumber daya jenis apa yang wajib masyarakat berikan.
Pasal 10 :
Dalam pasal ini pemerintah hanya berhak mengawasi, membimbing, membantu dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan, bukan berkewajiban. Seharusnya itu merupakan kewajiban pemerintah, karena jika tidak, pendidikan tersebut akan tanpa arah dan tidak teratur.
Pasal 11 :
Kurang dijelaskan tentang konteks kata “kemudahan” seperti apa yang wajib Pemerintah dan pemerintah daerah berikan pada ayat (1) pasal ini.
Pasal 12 :
Pada pasal 12 ayat (2) poin b disebutkan bahwa setiap peserta didik berkewajiban ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan. Bukankah yang seharusnya berkewajiban tentang hal itu adalah orangtua dari peserta didik tersebut?
Pasal 13 :
Pada ayat (1) masih kurang jelas “memperkaya” dalam hal apa jalur pendidikan tersebut.
Pasal 14, 15, dan 16 :
Cukup jelas.
Pasal 17 :
Pada ayat (1) hanya dijelaskan bahwa pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, tanpa dijelaskan apakah jalur pendidikan itu formal/non formal/informal.
Pasal 18 :
Pada ayat (1) hanya dijelaskan bahwa pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar , tanpa dijelaskan apakah jalur pendidikan itu formal/non formal/informal.
Pasal 19 dan 20 :
Seharusnya kedua pasal ini digabung, karena pada intinya sesuatu yang dijelaskan sama seperti pasal 17 dan 18.
Pasal 21, 22, 23, 24, 25, 26, dan 27 :
Cukup jelas.
Pasal 28 :
Pada pasal 26 ayat (3) telah disebutkan bahwa PAUD merupakan pendidikan non formal, tapi pada pasal 18 ayat (2) disebutkan bahwa PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur formal dan informal. Tidak konsisten.
Pasal 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35 :
Cukup jelas.
Pasal 36 :
Pada pasal 36 ayat (3) poin j disebutkan bahwa salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan kurikulum adalah persatuan nasional. Persatuan nasional seperti apa yang dimaksud dalam hal ini? Belum ada kejelasan dan hal ini sulit dipahami karena logikanya dalam menyusun suatu kurikulum, persatuan nasional bukan sesuatu yang perlu diperhatikan. Pernyataan ini bersifat absurd.
Pasal 37 dan 38 :
Cukup jelas.
Pasal 39 :
Pada ayat (2) disebutkan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Tetapi pada kenyataannya di lapangan banyak ditemukan bahwa pendidik terutama di jalur pendidikan formal masih tidak profesional, baik dalam tingkat pendidikan mereka sendiri, ketidaksesuaian ilmu yang didapatkan pada saat mereka menempuh pendidikan tinggi (latar belakang pendidikan) dengan yang diajarkan ke peserta didik, tidak sesuai dalam pengelolaan suasana belajar mengajar yang aktif, interaktif dan kondusif serta hal lainnya yang tidak profesional.
Pasal 40 :
Pada ayat (1) ditegaskan bahwa tenaga pendidik berhak memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai. Tetapi seperti yang dapat kita lihat bahwa tenaga pendidik jalur formal terutama yang berstatus honorer masih belum mendapatkan perhatian sama sekali dalam hal jaminan kesejahteraan. Dalam banyak kasus, penghasilan mereka dianggarkan dari iuran pendidik yang bestatus PNS atau melalui penyisihan dana bantuan operasional sekolah (terutama pada jenjang pendidikan dasar). Hal ini tidak relevan dengan bunyi ayat (1) tersebut, karena bagaimanapun juga honorer merupakan pendidik dan mempunyai andil yang cukup signifikan dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Pasal 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, dan 48 :
Cukup jelas.
Pasal 49 :
Kelemahan pasal ini adalah tidak dicantumkannya pengalokasian gaji tenaga kependidikan non guru/ dosen (contoh : pustakawan, tata usaha, dll) yang diangkat oleh Pemerintah, sedangkan pada ayat (2) pengalokasian gaji guru dan dosen telah dicantumkan.
Pasal 50 :
Pada pasal 50 ayat (1) dijelaskan bahwa pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab menteri. Menteri dalam bidang apa tidak disebutkan dalam ayat ini, apakah hanya Menteri Pendidikan Nasional atau bersama menteri menteri lain yang masih ada keterkaitan dengan pendidikan.
Pasal 51, 52, 53, 54, dan 55 :
Cukup jelas.
Pasal 56 :
Pada pasal 56 ayat (2) disebutkan beberapa peran dewan pendidikan. Tetapi ada satu peran yang menurut saya terlewatkan, yaitu sebagai penilai suatu institusi pendidikan. Penilik sekolah merupakan bagian dari Dinas Pendidikan yang merupakan Dewan Pendidikan yang memiliki peran sebagai pengawas dan penilai.
Pasal 57 :
Pada pasal 57 ayat (2) disebutkan beberapa objek evaluasi pendidikan. Menurut saya, selain beberapa objek evaluasi yang telah disebutkan, tenaga pendidik juga perlu dievaluasi karena mereka juga terlibat dalam proses pendidikan dan mempunyai peran penting terhadap pendidikan ke depannya.
Pasal 58, 59, 60, dan 61 :
Cukup jelas
Pasal 62 :
Sehubungan dengan ayat (2) tentang syarat-syarat memperoleh izin pendirian satuan pendidikan, saya ingin berkomentar bahwa kredibilitas Pemerintah dan/atau pemerintah daerah masih sangat rendah karena banyak kita jumpai satuan pendidikan di masyarakat yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Sebagai contoh saya menemukan ada satuan pendidikan formal baru di suatu masyarakat yang tenaga pendidiknya hanya berijazah SMP bahkan SD. Hal tersebut tentunya sangat kontradiktif dengan syarat pendirian satuan pendidikan yang berkenaan dengan kualifikasi pendidik.
Pasal 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, dan 72 :
Cukup jelas
Pasal 73 :
Banyak ditemui satuan pendidikan formal yang tetap mendapat izin beroperasi setelah melewati batas maksimal waktu pemberian izin oleh Pemerintah atau pemerintah daerah seperti tercantum dalam pasal ini.
Pasal 74, 75, 76, dan 77 :
Cukup jelas
 
;